Polisi: Penangkapan Anggota FPI Terkait Persekusi Sesuai Prosedur

Jakarta - Anggota Front Pembela Islam (FPI) berinisial B menjadi tersangka dan ditahan atas kasus pengeroyokan pemilik dan penjaga toko obat di Kota Bekasi. Polisi mengatakan proses hukum yang dilakukan sudah sesuai prosedur dan ada dua alat bukti yang cukup menjerat anggota FPI tersebut.

"Tersangka berinisial B. Itu dia yang memimpin (massa), yang masuk ke dalam toko, bentak-bentak pemilik toko untuk keluarkan barang. Suruh pemilik ambil ember dan mengisi air lalu obat-obat itu dimasukan ke dalam air," kata Kapolresta Bekasi Kombes Indarto kepada detikcom, Senin (1/1/2018).

"Itu semua hanya ada FPI, tidak ada masyarakat. Yang datang mereka (FPI) sekitar 20 sampai 25 orang. Toko (obat)nya sih kecil, kios kecil," sambung Indarto.

Mantan Kasubdit V Dittipikor Bareskrim ini menjelaskan sebelum menetapkan B sebagai tersangka, pihaknya sudah melakukan pengumpulan fakta dan bukti. Penyidik juga telah melakukan gelar perkara sehingga disimpulkan terjadi tindak pidana kekerasan secara beramai-ramai, sebagaimana tercantum dalam Pasal 170 KUHP.

"Prinsipnya kita melakukan proses penyidikan sudah secara SOP. Dari hasil gelar perkara, dari fakta-fakta yang ada, sudah cukup dua alat bukti yang dapat mempersangkakan mereka sebagai pelaku 170 (pasal pidana pengeroyokan) dan 335 (pasal pidana perbuatan tidak menyenangkan)," ujar Indarto.

"Kalau mereka punya interpretasi berbeda secara hukum, silahkan nanti di pengadilan," imbuh Indarto.

Indarto menjelaskan B dan teman-temannya diduga menghakimi pemilik dan penjual toko meski dia tak memungkiri toko obat tersebut memang melakukan pelanggaran. Di antaranya pelanggaran Undang-undang Kesehatan dan Perlindungan Konsumen karena menjual produk tanpa izin dan kondisinya sudah kadaluarsa.

"Faktanya sebelum polisi datang, mereka sudah mengacak-acak toko obat itu. Pemilik dan penjual obatnya saya tahan juga. Memang ada barang buktinya juga. Kita langsung geledah (toko obat), kita sidik memang ada fakta-fakta penjual obat ini melakukan pelanggaran hukum," ucap Indarto.

"Yaitu kita kenakan Undang-undang Kesehatan karena menjual obat tanpa izin edar. Dengan menjual obat atau bahan farmasi yang tidak sesuai dengan aturan yaitu kadaluarsa, melanggar Undang-undang Perlindungan Konsumen," lanjut dia.

Dugaan perbuatan main hakim sendiri itu, tambah Indarto, berdasarkan penyelidikan dilakukan 15 sampai 20 menit sebelum polisi akhirnya datang ke lokasi. "15 sampai 20 menit mereka melakukan perbuatan melawan hukum yang akhirnya menjadi dasar saya menahan salah satu anggota mereka," tutur Indarto.

Indarto menerangkan sweeping toko obat tersebut diketahui polisi saat melihat ada sgerombolan orang melakukan penggerudukan. Polisi yang melakukan kegiatan pengamanan di lokasi langsung mencegah aksi massa dan meminta massa keluar dari toko.

"Jadi 15 sampai 20 menit sebelum polisi datang, kebetulan ada polisi yang lagi melakukan pengamanan, tahu ada gerombolan orang itu langsung, anggota ke sana. Anggota melihat ada FPI yang masuk ke tokonya itu , langsung mereka dicegah, disuruh keluar. Dan langsung FPI-nya, penjual toko obatnya dan barang buktinya di atas meja, termasuk barang bukti yang diember dibawa ke polsek," terang Indarto.

Usai peristiwa tersebut anggota kepolisian yang ada di lokasi langsung mengadukan kejadian karena menilai ada indikasi main hakim sendiri. "Itu penangkapan oknum FPI, saya sebutnya oknum ya, berdasarkan dari temuan polisi, LP (laporan polisi tipe) A. Tapi memang pemilik dan penjaga toko kita mintai keterangan sebagai saksi (kasus pengeroyokan) juga," ungkap Indarto.

Indarto menuturkan selama ini hubungan antara kepolisian dan FPI di Kota Bekasi terjalin baik. Dia tak menampik FPI sering memberikan informasi terkait perilaku menyimpang masyarakat. Namun untuk peristiwa main hakim di toko obat ini, Indarto menilai sikap tersangka B sudah kelewat batas.

"Kita percaya ormas, bahwa ini oknum. Karena rekan-rekan ormas yang lain, termasuk FPI sendiri, di Bekasi Kota selama ini sudah menjalin hubungan baik sama kita. Selama ini juga mereka memberi tahu informasi. Selama ini kita yang nyentuh kalau ada dugaan tindak pidana. Kalau yang ini kelewatan," tandas Indarto.

Dia menceritakan B masuk ke toko itu tanpa izin, membentak pemilik dan penjaga toko hingga menyuruh pemilik dan penjaga toko duduk di lantai.

"Perbuatannya antara lain masuk tanpa ijin ke toko, bentak-bentak sampai ketakutan penjualnya. Yang masuk memang beberapa orang, tapi di luar sudah banyak massa FPI. Tersangka duduk di atas kursi, si (pemilik dan penjual) toko obat disuruh duduk di lantai," Indarto menggambarkan situasi sweeping yang terjadi.

Indarto menyesalkan aksi sweeping itu karena dia sudah pernah mengingatkan ormas untuk tidak main hakim atau sweeping. Menurutnya ormas-ormas di Kota Bekasi sudah sepakat tentang larangan sweeping.

"Kita sudah sosialisasikan dari jauh sebelum peristiwa ini. Pertama kali saya datang ke bekasi, tiga minggu lalu, saya dan Pak Walikota mengumpulkan seluruh ormas di alun-alun dan kita deklarasi bahwa sesuai aturan hukum dan tidak akan ada sweeping," kata Indarto.

"Mereka sudah tanda tangan dan ormas secara khusus sudah saya undang ke Mapolres. Saya minta mereka tidak main hakim sendiri, jangan sweeping. Kalau mau bantu polisi, informasikan saja. Tindakan kami bukan ujug-ujug," sambung Indarto.

Sebelum menetapkan B sebagai tersangka, tutur Indarto, penyidik Polresta Bekasi terlebih dahulu memeriksa B dan dua rekannya yang terindikasi ikut main hakim. Tetapi dua rekannya dilepaskan karena polisi belum mengantongi bukti cukup untuk menetapkan sebagai tersangka.

"Yang ditahan satu orang. Kita meriksanya tiga orang dan dari tiga itu kita dalami ternyata ada bukti permulaan yang cukup. Pada saat itu lalu kita keluarkan surat perintah penangkapan. Kita dalami lagi setelah penangkapan, kita kroscek dengan keterangan beberapa saksi termasuk masyarakat di situ, kita gelar perkara lagi dan hasilnya alat bukti sudah cukup untuk menaikkan dia (B) dari saksi ke tersangka," Indarto memaparkan proses hukum yang telah penyidiknya lakukan.

"Yang dua belum kita tersangkakan karena belum memenuhi alat buktinya. Yang dua kita pulangkan," pungkas Indarto.

Indarto mengungkapkan saat ini B berada di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya. Dia sengaja tak ditahan di Rutan Polresta Bekasi karena penyidik tak ingin menyatukan B dengan dua tersangka toko obat.

"Penyidikan tetap di kami, tapi penempatan penahanannya di Polda. Kita pisahkan saja dengan tersangja toko obat, masalah teknis," Indarto mengakhiri penjelasan dia.

Sebelumnya, pendamping hukum FPI Bekasi Aziz Yanuar keberatan dengan proses hukum yang dilakukan polisi terhadap anggota ormasnya. Menurutnya polisi secara tiba-tiba menetapkan anggotanya sebagai tersangka.

"Rabu, 27 Desember kemarin ada penindakan. Jadi warga masyarakat resah karena ada toko obat yang tidak berizin menjual obat-obatan jenis tipe G yang masuk kategori obat terlarang sekaligus banyak obat kadaluarsa. Maka warga masyarakat berinisiatif menghubungi Polsek Pondok Gede," cerita Aziz kepada detikcom, Sabtu (30/12/2017).

"Saat dihubungi, Polsek beralasan tidak bisa mendampingi karena sedang menjaga iring-iringan Presiden yang lewat. Tapi ternyata mereka menjaganya dekat toko obat itu. Nah setelah itu mereka datang bersama-sama dengan Polsek Pondok Gede, personelnya 3 orang ke lokasi, TKP yang jual," papar dia.

Aziz memang menceritakan ada salah satu anggota FPI yang meminta penjual menulis surat pernyataa untuk tak mengulangi perbuatannya.

"Lalu ditemukanlah barang-barang itu. Nah setelah itu ada anggota masyarakat yang juga anggota FPI berinisiatif membuat surat pernyataan, pengedar sekaligus penjual obatnya diminta membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya itu kembali," kata Aziz.

(Sumber : https://news.detik.com/berita/d-3794348/polisi-penangkapan-anggota-fpi-terkait-persekusi-sesuai-prosedur?_ga=2.150806708.380270525.1514798513-1892034446.1510842998)

Subscribe to receive free email updates: