Jeritan Minta Air Pengungsi Gempa Lombok
Prajurit TNI dan Polri bekerja sama mengangkat bantuan yang dibawa helikopter untuk pengungsi gempa Lombok. (Dok. Puspen TNI)
Jakarta, Beritatimur -- "Air pak, air, air, air," pinta salah seorang anak yang berdiri di pinggir jalan utara Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), memegang kardus bertuliskan "sumbangan korban gempa".Itu adalah salah satu gambaran suasana yang dikutip dari Antara mengenai kondisi warga yang berada dekat dengan episentrum gempa berkekuatan 7,0 SR pada Minggu (5/8) malam.Para pengungsi itu terisolasi akibat akses yang rusak, serta puing-puing bangunan. Selain itu, posisi mereka yang jauh dari Posko Penanganan Darurat Bencana (PDB) Gempa Lombok, di pusat pemerintahan Kabupaten Lombok Utara, Lapangan Tanjung pun membuat bantuan sulit untuk didatangkan.
Begitu juga dengan kondisi warga yang ada di tenda pengungsian. Beratapkan terpal seadanya tanpa ada kardus yang mirip dengan barang bantuan logistik, banyak terlihat di kawasan punggung perbukitan, salah satunya di Desa Selengan, Kabupaten Lombok Utara.
"Bantuan logistik terus didistribusikan kepada pengungsi. Bantuan, baik logistik maupun relawan terus berdatangan ke Lombok, yang menjadi persoalan adalah terbatasnya jumlah kendaraan untuk mengangkut penyaluran logistik," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam siaran pers, Minggu (12/8).Berbagai upaya telah dilakukan guna mempercepat distribusi bantuan, yaitu mengerahkan relawan, memobilisasi para lurah dan kepada desa untuk mendata dan mendistribusikan logistik kepada warganya yang mengungsi hingga menggunakan kendaraan operasional satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk mendistribusikan bantuan.Selain itu, untuk menindaklanjuti warga pengungsian yang belum tersentuh bantuan logistik, Prajurit TNI di bawah komando Dansatgas Penanganan Darurat Bencana (PDB) Gempa Lombok memanfaatkan segala cara."Untuk menuju daerah pengungsian di area perbukitan, kita gunakan trail. Kalau pun medannya tidak memungkinkan, prajurit langsung pikul ke atas," kata Dansatgas PDB Gempa Lombok Kolonel Czi Ahmad Rizal Ramdhani.
Pengungsi yang habis mengambil sembako seadanya dan air dari sumur di dusun mereka yang sudah hancur akibat gempa. Warga pengungsi sangat membutuhkan air bersih dan makanan pokok, 7 Agustus 2018. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
"Apapun akan kita usahakan agar semua bantuan yang diterima posko dapat disalurkan secara merata," ujarnya.Hingga saat ini gempa susulan masih sering terjadi. Sudah 576 gempa susulan hingga Minggu (12/8) pukul 15.00 WITA sejak gempa 7,0 SR mengguncang wilayah NTB dan sekitarnya pada 5 Agustus 2018. Intensitas gempa susulan kecil. Diperkirakan gempa susulan ini masih akan terjadi hingga 4 pekan ke depan.Kawasan perbuktian dengan akses jalan sempit menanjak dan berkelok, terpampang di sepanjang kiri kanannya derita korban gempa.Rumah yang sudah rata dengan tanah serta semrawutnya tenda darurat di tanah lapang, cukup mewakili kondisi mereka yang sangat membutuhkan perhatian. Kondisi saluran sekunder air, mulai dari hulu hingga hilir perbukitan pun terlihat kering."Air susah," keluh Sahabudin, warga Dusun Tompo Indah, Desa Selengan, Kabupaten Lombok Utara.Sudir, warga dusun Sambik Jengkel Timur yang bertetangga dengan kawasan tempat tinggal Sahabudin mengatakan dengan kondisi tersebut, mereka terpaksa bertahan hidup dengan cara swadaya."Apa yang masih tersisa di rumah, itu yang kami manfaatkan. Tempat berteduh malam yang penting pak, terpal dan selimut, itu yang kita upayakan, buat anak-anak dulu," ujarnya.Di tempat terpisah, di Kabupaten Lombok Barat, Kasi Trantib Kecamatan Batulayar, Herman Rogo pun mengeluhkan bantuan air dan tenda yang dibutuhkan warganya masih minim."Kalau makanan atau logistik ini sudah banyak. Tapi yang kurang ini terpal untuk membuat tenda dan air untuk kebutuhan sehari-hari," katanya.Herman menyebutkan, dari 9 desa di Kecamatan Batu Layar, yang terdampak bencana gempa, ada empat desa yang paling parah mengalami kerusakan yakni Desa Senggigi, Senteluk, Batu Layar Induk dan Batu Layar Barat. Sementara, jumlah warga yang terdampak dan kini harus tinggal di tenda-tenda pengungsian 8 ribu orang lebih.
cnnindonesia