Wartawan Sinar Pagi Babak Belur, Diduga Dihajar Oknum Aparat Kepolisian
Haryawan, Wartawan Sinar Pagi dengan kepala yang terlihat berdarah, demikian juga dengan jari-jarinya, terlihat ada darah yang jelas terlihat. (foto: istimewa).
Jakarta, Akuratnews.com - Kekerasan kembali menimpa seorang pekerja jurnalis yang sedang bertugas meliput demonstrasi. Kali ini dialami oleh Haryawan, Wartawan Koran Sinar Pagi. Mirisnya, Haryawan mengaku dipukuli oleh Oknum aparat kepolisian justru di tempat dia biasa bertugas.
Haryawan diduga dipukuli hingga babak belur di dalam Markas Polda Metro Jaya yang notabene tempat dia biasa bertugas.
Menurut keterangan korban, dirinya hendak pulang usai bertugas meliput di Polda Metro Jaya. Selepas sholat Isya di dalam masjid Al-Kautsar, korban melihat banyak Anggota kepolisian sedang ramai-ramai. Sontak, naluri jurnalisnya tergerak untuk meliput.
"Saya selesai shalat Isya hendak pulang, sebelum pintu keluar depan minimarket ada keramaian banyak anggota polisi kemudian saya ambil gambar dan video," ujar Haryawan dalam keterangan resmi yang diterima wartawan, Senin (30/9/2019) malam.
Namun, pada saat mengambil gambar, tiba-tiba korban diminta petugas untuk menghapus rekaman video dan foto yang baru saja dia liput. Haryawan mengaku sudah mengatakan bahwa dia adalah wartawan Sinar Pagi yang biasa bertugas di Polda Metro Jaya. Namun oknum petugas tetap meminta foto itu dihapus.
"Saya bilang dari wartawan sinar pagi , tapi tetap saja petugas memaksa minta dihapus," ujar Haryawan.
Lantaran takut dan khawatir karena diduga diancam dan paksaan, kemudian korban menuruti permintaan petugas.
"Saat lagi berusaha menghapus, mereka (oknum) memukul saya beramai-ramai, ada yang memukuli dari belakang, ada yang jenggut rambut saya, tonjok kenceng-kenceng mata saya sebelah kanan sampai darah mengucur," ungkap Haryawan.
Haryawan mengatakan walau sudah memakai atribut dan identitas kartu pers, namun oknum aparat itu tetap memukuli dirinya . "Begitu juga kepala belakang saya dihajar sampai bocor berdarah, bahkan ada yang sembari teriak-teriak, telanjangi.. telanjangi. Saya sudah bilang wartawan, namun tidak dihiraukan" ucapnya.
Menurut pengakuan Hartawan, dia berhasil melarikan diri untuk mencari dan berharap ada pertolongan.
"Saya berlari sembari berusaha menyelamatkan diri ke arah Humas PMJ dengan harapan selain ada yang kenal mudah-mudahan ada yang berpangkat atau komandan yang bisa menolong," Tuturnya.
Korban kemudian berlindung di Balai Wartawan Polda Metro Jaya berharap ada pertolongan. "Untuk sementara demikian, karena kepala senut-senut, mata kanan darah masih netes-netes. Hp dan kunci motor saya juga hilang," Ujar Haryawan.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menegaskan, Personel anggota kepolisian tidak di perbolehkan menghalangi tugas kerja jurnalistik.
"Kami (Mabes Polri) menekankan untuk personel di lapangan agar tidak menghalang-halangi kerja jurnalis," ujar Dedi Prasetyo, Kamis (26/9/2019).
Dedi juga mengatakan bahwa jurnalis dilindungi oleh undang-undang . "Yang jelas, enggak boleh mengintervensi media. Media dilindungi (Undang-Undang)" tegasnya.
Dedi juga menghimbau kepada jurnalis di lapangan agar mengenakan tanda pengenal (kartu pers) yang bisa dilihat jelas oleh personel kepolisian. "Untuk Rekan media gunakan tanda pengenal saat di lapangan, salah satunya rompi bertuliskan Pers " ucapnya.
Namun sangat disayangkan, ada saja oknum anggota kepolisian di lapangan seakan tidak mendengarkan dan terkesan acuh pada instruksi pimpinan . Diharapkan Kapolda Metro Jaya ,Kabid Propam dan Mabes Polri menanggapi masalah Kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis. (*)
Sumber : Akuratnews
Sumber : Akuratnews