Air Mata di Balik Mutasi: Simbol Cinta atau Kekhawatiran?"



Oleh: Susilo Hadi Prayitno S.Pd.,M.S.I [Guru MTs Negeri 1 Pemalang]

Dalam dunia birokrasi mutasi jabatan adalah hal yang biasa dan lumrah. Tidak perlu dirisaukan apalagi sampai disesali.Seorang kepala sekolah, kepala madrasah, bahkan sekelas pejabat struktural eselon 2 seperti kepala dinas, atau pejabat struktural lainnya kapan saja  bisa dipindahkan sesuai kebutuhan organisasi pemerintahan. Namun,  kita sering menyaksikan tangisan haru, sedih, emosional, bahkan penolakan diam-diam saat mutasi itu terjadi. Lantas, mengapa harus menangis ketika kepala dimutasi?

Alasan yang  pertama

karena adanya ikatan emosional. Pemimpin yang humanis, dekat dengan bawahan, dan membangun suasana kerja yang harmonis pasti akan meninggalkan kesan mendalam.

Mutasi tidak sekadar beralih  tempat kerja, tapi juga meninggalkan hubungan sosial yang sudah terbentuk dan terbina dengan  kuat.

Tangisan memang tidak bisa dibendung ,air mata keluar secara refleks karena air mata ini bagian dari  bentuk penghargaan emosional atas kehadiran sosok yang memberi dampak positif yaitu cinta dan kedamaian.

Kedua, mutasi kerap dianggap sebagai bentuk kehilangan, Padahal, dalam sistem pemerintahan, mutasi bisa menjadi bentuk apresiasi atau strategi peningkatan kinerja dan bentuk prestasi di tempat lama dan akan mengukir prestasi kerja di tempat yang baru agar lebih sukses lagi.

Sayangnya, sebagian pihak masih memaknai perpindahan itu sebagai sesuatu yang negatif. Ini menunjukkan masih ada pekerjaan rumah dalam membangun mindset bahwa mutasi adalah bagian dari proses dinamis, bukan vonis.

Ketiga, tangisan juga bisa menjadi sinyal kekhawatiran. Kekhawatiran mendapati sosok kepala  baru sebagai penggantinya. Sekarang muncul pertanyaan: "Apakah pengganti bisa sebaik ini?" Kekhawatiran itu sangat manusiawi, karena setiap pemimpin memiliki gaya dan style berbeda. Namun inilah tantangan yang harus dihadapi dengan cerdas. Organisasi yang sehat seharusnya tetap berjalan baik siapa pun pemimpinnya.

Menangis saat kepala dimutasi bukanlah hal yang tabu atau salah. Itu manusiawi. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana kita menerima perubahan dengan bijak, mendukung pemimpin baru, dan tetap menjaga semangat kerja. Karena loyalitas sejati bukan pada sosok atau figur, tapi pada tugas,kewajiban, dan tanggung jawab.

Subscribe to receive free email updates: